Ketika menjadi penat *Diary mahasiswa* (PART V)

      AH KAMPUS (PART V)

        "Kalo inget. hehe"
        "Wuu...!!"
        Kemudian tak kubalas lagi. Biar ku lanjutkan nikmati sore.
        Aku ingin selalu memaafkannya, meskipun tiada salah. Berlaku seperti biasa-biasa saja, membohongi hati ketika didepannya. Aku masih membiarkan sesuatu itu menari di ruang kosong di sudut hati, walau kadang menyakiti. Lelaki sepertiku apakah bisa disebut lelaki? atau memang aku seorang lelaki. Bukan aku terpuruk, bukan aku duduk menunduk dalam ruang gelap pekat. Tapi memang sulit untukku menghapus begitu saja, aku memang orang yang mudah suka, tapi aku bukan orang yang mudah melupakan. Sebenarnya tak sulit untuk melupakan, tapi ketika dia menampakkan dirinya didepanku maka sesuatu didalam hati ini semakin kencang menari-nari: surrealis; dadaisme; dramatikal; eksperimentalisme!!! Sesuatu itu menari menggunakan properti-properti: pisau; kipas; kapas; kapak; cangkul; kain sutra; dedurian!!!
    Aku selalu tersentuh dengan penggalan Soe Hok Gie, "Kita tak menanamkan apa-apa. Kita takkan kehilangan apa-apa". Aku telah menanamkan sesuatu pada si Dara, dan kini aku kehilangan sesuatu itu karena dia telah pergi membawa sesuatu itu. Kesalahanku adalah pernah menanamkan yang paling berharga, menanamkan yang paling tajam padanya, sementara aku tak melihat seberapa pantas aku menanamkan itu. YA! Itu saja! Dan aku tetap lelaki. Selalu Lelaki!
        Jangan pernah kau katakan aku tak ingin maju, dengan melupakan masa lalu, mengganti dengan yang baru. Sangat mudah untuk mencari, sangat mudah untuk memulai, tapi bukan itu.. Bukan itu. Ada yang harus diperhatikan, yaitu sangat sulit untuk mengakhiri, kadang termasuk menjalani. Semua itu pilihan. Hidup adalah pilihan. Memilih itu tak mudah.Tak sekedar menentukkan ini atau itu. Ada konsekuensi dibalik pilihan itu, ada tantangan kesanggupan menjalani pilihan itu. Aku tak mau berspekulasi, membuat salah dalam memilih, dalam menentukan. Kredibilitasku akan dipertaruhkan, namaku, image ku, aku akan selalu menjaga itu karena itu kewibawaan seorang lelaki! Belasan kali aku gagal menjalin hubungan baru karena aku memang tak mau memilih, aku tak bisa memilih mereka, dan aku tak mau dipilih oleh mereka. Karena hatiku terlalu mandiri, karena hatiku terlalu idealis, egois. Dan hubungan itu bukan hal yang terlalu penting, aku masih punya kecintaan pada lainnya, aku punya banyak kecintaan pada sisi-sisi kehidupan. Maka aku tak merasa kesepian.

         Jam 7 malam. Aku bergegas bersiap-siap untuk latihan teater. Ah Sanggar adalah rumah keduaku, saudara-saudaraku. Ku berganti pakaian, menggunakan pakaian olah raga, karena latihan teater itu cukup berat, melibatkan olah raga, olah tubuh, olah gerak, olah suara, olah rasa, olah jiwa,semuanya. Yang jelas aku belum lama berkenalan dengan teater, lalu aku segera jatuh cinta padanya, ingin bercakap-cakap dengan teater, ingin duduk di taman kota menikmati sore hari untuk saling mengenal membicarakan pribadi masing-masing, dan aku ingin bercumbu, bercinta dengan teater.
          Aku berangkat kekampus untuk latihan.
      Latihan sangat berat, fokus pada malam ini adalah motif gerak, pemanasan aerobic sangat berat, kemudian belajar Animal human, menjadikan diri seperti binatang, geraknya, strukturnya, jiwanya. Aku adalah harimau, berjalan dengan angkuh, merayap, kuda-kuda, kepala menoleh, garis muka mengerenyit garang. Seberat apapun latihan di sanggar tapi suasana akan selalu cari, karena kami keluarga, karena kami saudara, saling melempar tawa, saling melempar canda, saling mempermalukan, saling mencairkan.
          Jam 11 malam. Latihan selesai, suasana cair saling ngobrol di angkringan depan kampus. Sampai lupa bahwa jarum jam tak berhenti, sampai lupa bahwa jarum jam selalu berdetik berputar berjalan waktu. Jam 1 malam kami pulang. Aku tak pulang kerumah, karena merasa tak enak dengan orang kampung. Aku memang jarang pulang kerumah, selalu mengembara di dunia. Mencari pendewasaan. Sudah biasa. Ayahku tak akan marah. Ayahku tak seprotektif dulu ketika aku masih bersekolah, membatasi jam malam, membatasi main, kurang percaya padaku karena kenakalan-kenakalan sekolah yang sering membuat malu ayahku. Kini aku bertanggung jawab, setidaknya belajar bertanggung jawab, membangun kepercayaan pada ayahku, membuatnya bangga ketika mendapatkan transkip nilai per semester yang dikirimkan dari kampus melaui pos.
        Aku tidur tempat kawanku. Tapi tak langsung tidur. Mengobrol sejenak, menyeruput kopi panas, dan mengepulkana asap rokok bersama, sambil berdiskusi. Jam 2 dini hari, mulai ngantuk. Jam 3 dini hari, pertandingan bola di televisi berlangsung seru, mulai bertambah ngantuk. Jam 3 lebih 15 menit, aku tiduran, kawanku tiduran. mengeset alarm pukul enam pagi, karena aku kuliah jam 7 pagi, dan kalian tahu aku sering membolos.
         Aku terlelap, dengan segala rasa lelah yang nyaman..
         Tring..Tring.. Alarm Handphoneku berbunyi, langsung kumatikan. Secara refleks dan kebiasaan buruk aku tidur lagi. Tring..Tring.. Handphone berdering lagi, telephon dari Ibu yang berusaha membangunkan. Kuangkat setengah sadar, entah kata-kata apa yang Ibu sampaikan tak masuk dalam memori kepala, sekilas datang dan lenyap. Aku tidur lagi.
          Gludak!. Seekor kucing, bertingkah menjungkirkan tong sampah. Aku kaget dengan kegaduhan itu! Dan lagi-lagi aku kaget karena hari telah terang. Kulihat jam dinding menujukkan pukul 10 pagi. OH ! lagi-lagi aku membolos. Aku terlalu nyenyak dengan kelelahanku menjadi harimau semalam. Presensiku pasti hancur, dan aku takut membuat nilai yang buruk, aku tak mau kehilangan kepercayaan orang tua. Ah kampus!

0 Komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Mari berteman, Twitter: @RahmanYH