“Nyanyian
dari Atas Bukit”
(Karya:
Rahman Yaasin Hadi)
Terdengar lagi suara merdu itu.
Orang-orang sudah tak berani
mendekatinya, bahkan mereka melindungi telinga dan dadanya.
Beberapa
waktu belakangan ini, selalu terdengar di setiap senja –
bukit batas kota, nyanyian yang indah. Namun itu bukan keindahan yang biasa,
sebab dalam hanyutnya suara itu begitu mematikan. Beberapa orang yang sengaja
mendengar maupun tidak, telah menjadi korban. Mereka tewas. Mengenaskan dengan
gendang telinga yang pecah, dan dada yang biru legam.
Dari penelitian forensik dan ahli fisika
muncul suatu dugaan kuat: Nyanyian itu berasal dari penghayatan yang dalam, mengandung
unsur frekuensi supersonik yang memekik-mekik. Getaranya merambat sangat cepat
menuju gedang telinga, lalu berhenti dan mengumpul kedalam dada manusia,
menggetarkan seluruh isi dadanya. frekuensi dan getaran itu hampir setara
dengan energi yang dihasilkan oleh senyawa satu kilo bom atom.
***
Clara menyingsingkan ujung gaunnya,
berjalan pelan menaiki bukit batas kota. ia lihat cahaya senja warnanya kuning
kemerahan dan nila. Sinar matahari masih terasa sedikit hangat, sementara angin
sejuk sepoi beringsut dingin.
Dibawah pohon besar yang tua, Clara
berdiri. Ia memandangi batangnya. Meraba ukiran yang bertuliskan 'Clara &
Voronin sampai mati'. ia rasai ukiran itu, kenangan dengan cepat berkelebat
silih berganti. kenangan yang dulu manis kini menjadi pahit. Clara matanya
kuyu. ia meratap dalam hati: Voronin, kenapa engkau meninggalkanku, ajak aku
Voronin... ajak aku... katanya engkau akan segera meminangku... oh Voronin
tunanganku, terkasihku yang rupawan, gagah, dan sangat penyayang... aku
mencintaimu Voronin, aku akan ikut denganmu, namun aku ingin mati dengan cara
yang indah... supaya tempatku juga indah disana... dan akan kuajak kamu
ketempat indahku itu, lalu kunyanyikan sebuah lagu untuk menyayangimu.
Clara mulai bernyanyi. Nyanyian yang
berasal dari kepiluan hatinya. hati yang sangat mencintai, namun dirundung
kesedihan yang tak berkesudahan sebab kehilangan.
Lagunya, nyanyianya, suaranya,
melengking indah, mengalun merdu. Setiap getaran dan melodi yang ia hasilkan
terasa begitu tajam. Siap menyayat-nyayat apapun yang digetarinya.
Di senja kini, aku akan bernyanyi
Dalam kedalaman dan ratapan hati
Voronin, aku bernyanyi untukmu
Dengarkanlah dan tunggu aku
Di setiap senja kini, aku akan bernyanyi
Dalam perasaan rindu abadi
Voronin, adakah kamu mendengarku
Ratapan hatiku yang begitu pil...
Clara terbatuk. Ada cairan yang memercik
dari mulutnya. ia tutupi mulutnya dengan tangan kanannya. Dilihatnya bercak darah. Ia seka mulut dengan gaun putihnya.
Clara menyanyi lagi.
Aku
tak bisa menemukanmu, ketika aku di selatan dan engkau diutara
Jarak
yang membentang, kini begitu jauh diantara kita
Ingin
cepat aku menyusulmu, namun cepat mati aku tak kuasa
Hanya
suara ini belati yang kupunya
Untukku
pergi dengan bahagi...
Matahari sudah dipucuk cakrawala. Langit
mulai gelap. Lampu-lampu minyak kota berpijar, berkelip seperti kunang-kunang.
Dadanya walau mati rasa tapi begitu
pedih. Seketika Clara tak kuat bernyanyi lagi, ia terhuyung, jatuh ketanah.
darah hitam mengalir dari mulutnya.
Clara pergi, mencari kekasihnya, di
senja yang tua.
Yogyakarta, 4 Maret 2014.