“Alarm”
(karya: Rahman Yaasin Hadi)
Pernahkah kamu dengar bunyi alarm jam yang berdering tanpa henti dipagi
hari? Yang kumaksud, alarm itu berasal dari rumah tetanggamu – yang terus berdering
tak henti – memekakan telingamu. Menyebalkan bertetangga dengan orang yang tuli tapi selalu menjeritkan
alarm. Rasanya ingin menggedor pintu rumah tetangga itu dan berteriak: woi,
tuli! bangun! Matikan alarm konyolmu! Tapi itu hanya ingin. Nyatanyta aku sungkan
dan tak berani. Hanya bisa menutupi telinga sambil tak henti-hentinya berharap;
supaya dia cepat-cepat bangun, dan mematikan alarmnya.
Aku pernah dengar cerita tentang seorang yang berani. Sebentar, tapi, aku tidak yakin, dia itu
berani atau gila. Cerita itu berasal dari mulut kakekku. Aku tak tahu
apakah itu nyata atau karangan. Beliau menceritakan tentang temannya – seorang yang berani – atau gila yang kumaksudkan
tadi – yang bernama Joko: Joko tinggal sendirian, mengontrak sebuah rumah di
pedesaan, ia mempunyai tetangga, satu-satunya tetangga dari radius lima ratus
meter. Tetangganya itu jika sudah tidur seperti orang mati. Parahnya
tetangganya tak menyadari hal itu, dan tanpa tahu diri dia selalu menyalakan
alarm untuk mulai menjerit dari jam tiga pagi.
Kebiasaan tetangganya itu sangat mengganggu Joko saat; kadang ia masih
ingin tidur karena mengantuk. Atau saat Joko masih terjaga, begadang,
menyelesaikan suatu pekerjaan sampai pagi. Atau saat Joko bangun dari tidur
untuk menonton pertandingan sepak bola di televisi. Intinya: apapun aktivitas yang dilakukan Joko pada jam tiga sampai lima
pagi, ia selalu terganggu.
Sampai pada suatu ketika, Joko sudah tak kuat lagi untuk bersabar. Dia
bertekad harus memberi tahu tetangganya itu. Dengan cara bagaimana Joko lalu
memutar otaknya. Mula-mula ia menggunakan cara yang halus dan biasa:
memberitahu tetangganya itu jika alarmnya selalu menyala dari jam tiga sampai
lima. Tetangganya minta maaf, dia bilang, dia menyalakan alarm jam tiga sebab ingin
tahajud, tapi dia berjanji akan menempelkan alarm itu ditelinganya supaya bisa
mendengarnya. Minta maaf dan janji ternyata hanyalah bualan, keesokan paginya
Joko masih terganggu dengan alarm yang menusuki telinganya.
Cara yang pertama tak berhasil, ia lalu menggunakan cara yang kedua. Api
harus dilawan api, Joko membeli tiga buah jam weker, menyetelnya jam tiga pagi,
lalu ketika pintu-jendela tetangganya sudah terkunci tanda penghuninya tidur,
Joko menaruh tiga jam weker itu di teras rumah tetangganya. Tapi cara itu
ternyata tak berhasil lagi, tetangganya masih tuli. Sudah Joko tunggu tiga
alarm tandingannya itu meraung satu jam lamanya namun tetangganya tak bergeming
dari mati. Karena cara itu tak berhasil dan Joko tak mau malah terganggu dengan
ulahnya sendiri lalu diambillah tiga jam weker tandingannya lagi.
Geram, Joko merasa urat kesabarannya hampir putus, tapi ia tak mau
kehabisan akal. Ia putar kreativitasnya untuk mencari solusi bagaimana membuat
tetangganya mematikan alarm secepatnya.
Dari cerita kakekku kemudian, katanya, Joko dalam kesempatan dan waktu
yang sepi melubangi penampung air tetangganya, dan hampir setiap malam ia rajin
menaburkan sesuatu didalamnya. Kau tau
kan? Penampung air? Water tower? Tabung plastik besar yang berfungsi menyimpan
air sumur yang telah dipompakan – yang sering dipasang di loteng rumah?.
Kata kakekku, Joko menaburkan obat kuat pria. Singkat cerita, setelah Joko
menaburkan obat itu, tetangganya sudah sembuh dari tuli. Alarm itu hanya berbunyi
sebentar kemudian tiba-tiba mati. Tetangganya itu mengeluh pada Joko, katanya,
ia sekarang menjadi sulit tidur. Mungkin
tetangganya itu mengkonsumsi air dari penampungan airnya.
Dulu waktu kakekku bercerita aku masih kecil, dan tak tahu efek obat
kuat pria, belakangan ini aku baru tahu, kalau obat kuat pria bisa membuat
laki-laki terjaga – tak bisa tidur karena kekuatan “itu-nya” yang berlebihan.
Sekarang ini, aku mengalami hal
yang serupa dengan Joko. Aku punya tetangga yang selalu menyalakan alarmnya
pagi buta namun jarang mematikannya. Ingin aku ambil inspirasi dari cerita
kakekku untuk menaburkan “sesuatu” ke penampungan air tetanggaku. Namun sial
tetanggaku tak punya penampungan air, ia menggunakan air PAM. Haruskah aku membajak pusat air kota dan
menaburinya “sesuatu”??
Yogyakarta,
19 Februari 2014.
Waaa......ini pengalaman pribadi bukan ms...klo iya...kynya g perlu ditiru deh cerita kakek...
BalasHapusMmmmmm....dg sependek pengetahuanku stlh bc cerita ini, agak kurang gmn gitu ms..
Krg greget kali ya....krg bkin pnsran...
makasih komennya dek :)
BalasHapusbukan pengalaman kok, cuma imajinasi. hehe
kurang bisa membuat pembaca untuk asik ikut kalimat demi kalimatnya begitukah maksudnya?
Iya sejenis itu...Sbnrnya cerita ini bs jd mnarik dg beberpa permainan kt. Dan jg bs jg jd lucu pd bag obt kuat atau apapun itu. Ak udh bc berulang ulang tp utk pmbca awam mgkn blm mngkap ap mksd cerpen ini....
HapusHehehehe...ni cm dr sudut pndngku...mgkn beda lg klo yg komen bd org...
oke, terimakasih, eka..
BalasHapuskejujuranmu sangat berharga... cerpen yang berikutnya komen lagi ya. :)